Rabu, 17 Juni 2015

Upaya Merealisasikan Kedaulatan Pangan dan Langkah-Langkah Strategisnya


Pertanian membutuhkan penanganan yang sangat serius karena ia menjadi jalur satu-satunya pemenuhan kebutuhan dasar manusia yakni kebutuhan akan pangan. Sebagaimana diutarakan Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri pertama India bahwa semua hal bisa ditundai kecuali pangan.
Pangan adalah hak asasi setiap individu dan oleh karena itu idealnya ketersediaan pangan sepenuhnya harus dijamin oleh negara dalam kondisi apa pun. Baik dalam kondisi paceklik terlebih dalam situasi swasembada.
Sebagai sebuah negara yang dikenal sebagai negara agraris dan negara maritime, Indonesia seharusnya mampu memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri dan berdaulat. Indonesia sangat dimungkinkan untuk melakukan hal tersebut karena memiliki keunggulan absolut dibandingkan negara-negara lain. Potensi ini dicirikan oleh posisi sebagai negara tropis dengan intensitas cahaya matahari yang sangat kondusif bagi produksi pertanian, sumber lahan dan air yang sangat melimpah, laut yang membentang luas dan kaya akan sumber daya hayati, dan teknologi produksi yang cukup berkembang di Asia.
Namun faktanya, setelah 67 tahun merdeka, Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan pangannya melalui produksi sendiri. Pemenuhan pangan nasional masih sangat bergantung pada impor. Hal ini disebabkan oleh kebijakan yang selama ini dianut dalam pembangunan pertanian adalah konsep ketahanan pangan (food security). Padahal strategi ini bukanlah konsep yang netral. Ketahanan pangan didefinisikan sebagai akses fisik dan ekonomi semua orang terhadap pangan secara cukup, aman, bergizi pada setiap waktu untuk hidup aktif, sehat, dan produktif. Salah satu kelemahan konsep ini adalah karena kurangnya perhatian pada proses. Padahal sistem ini sangat penting untuk menjamin keberlangsungan sistem lokal baik dalam aspek ekonomi, ekologi, maupun sosial-budaya. Sementara dalam pelaksanaan program ketahanan pangan, pemenuhan pangan harus tercapai meski hal itu berarti bergantung pada perdagangan internasional atau impor.
Perdagangan menjadi penentu kebijakan pertanian dan pangan pada tingkat nasional dan internasional. Akibatnya produsen pangan seperti petani sekala kecil kehilangan kontrak mereka atas sumber daya produktif seperti lahan, benih, air, pengetahuan bertani yang berkelanjutan dan ekologis, serta aspek-aspek keragaman hayati lainnya.
Oleh karena itu harus ada strategi baru untuk mendorong penguasaan yang lebih besar atas sumber daya oleh masyarakat. Inilah yang diupayakan oleh gerakan kedaulatan pangan sebagai strategi alternatif atas kegagalan penerapan strategi ketahanan pangan tersebut. Defisit yang mengarah pada krisis pangan merupakan masalah klasik dan akan terus menghantui setiap negara apabila tidak ditanggulangi dengan baik. Untuk keluar dari persoalan ini Indonesia harus mempunyai grand design untuk menuju kedaulatan pangan.
Istilah ini pertama kali dimunculkan oleh La Via Compasina pada tahun 1996. Kedaulatan pangan secara sederhana dipahami sebagai hak masyarakat dan negara untuk menentukan sistem pangan, pertanian, peternakan, dan perikanan bagi dirinya sendiri dengan memprioritaskan produk pangan lokal dan mencukupi kebutuhan sendiri, serta malarang semua bentuk perdaganan secara dumping.
Kedaulatan pangan merupakan hak setiap bangsa atau rakyat untuk merumuskan dan memperaktekkan model pertanian dan kebijakan pangan sendiri, yang disertai penghormatan hak masyarakat adat atas wilayah adat mereka, termasuk hak kaum nelayan atas wilayah tangkap.
Negara harus menegakkan kebijakan yang mampu memenuhi hak-hak dan akses merata terhadap lahan, wilayah laut, hutan dan sebagainya, khususnya dalam kasus-kasus dimana sumber daya alam dikuasai oleh segelintir orang. Lebih jauh negara harus menjamin kontrol komunitas atas sumber daya ini yang dilakukan oleh petani, kelompok nelayan tradisional, kelompok pengembala, dan komunitas masyarakat hutan, dan oleh kelompok masyarakat adat, agar mereka dapat melanjutkan hidup dan bekerja di pedesaan dan pinggir pantai, dengan tetap mempertahankan hak-hak kolektif dan komunitasnya.
Strategi untuk mewujudkan kedaulatan pangan adalah pendekatan pada produksi dan konsumsi pangan yang terintegrasi dengan pembangungan pedesaan terpadu. Sistem produksi yang ditopang oleh industri pertanian di pedesaaan akan meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Selain itu, industri pertanian juga akan melahirkan lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan keluarga.
Untuk meningkatkan produksi pangan, Indonesia perlu; a) memanfaatkan secara optimal sumber-sumber pertumbuhan produksi dengan menerapkan teknologi tepat guna, tanpa mengabaikan kearifan lokal dan kelestarian lingkungan; b)Memanfaatkan sumber daya hayati dan agrosistem dengan perwilayahan komoditas serta aneka pangan lokal; c) Menggunakan sumber daya lokal untuk mengurangi penggunaan sumber daya eksternal; d) Melakukan konsolidasi manajemen usaha tani bagi petani kecil dalam suatu korporasi atau asosiasi. Menerapkan kebijakan kredit lunak dengan administrasi sederhana.
Dari sisi konsumsi, ada dua hal penting yang harus dibangun adalah menurunkan pertumbuhan penduduk melalui revitalisasi keluarga berencana (KB) dan promosi diversifikasi pangan.
Selain langkah-langkah strategis di atas, kedaulatan pangan hanya akan terwujud dengan menempuh kebijakan-kebijakan dan strategi yang substantif, di antaranya;
Reformasi Konstitusi
Kedaulatan pangan ini adalah persoalan kebijakan politik. Oleh karenanya ia membutuhkan kemauan politik pemerintaha yang diwujudkn melalui konstitusi yang berpihak pada petani dan rakyat kecil. Dengan kata lain, proses membangun kedaulatan pangan nasional harus diawali dari reformasi konstitusi yang adil. Salah satu contoh hukum yang tidak berpihak pada petani kecil adalah UU No. 7 tahun 2004 tentan air. Menurut pasal 33 UUD 1945, air adalah hak rakyat yang harus dijamin negara. Tetapi, nyatanya pemerintah mengeluarkan UU no. 7 tahun 2004 tentang sumber daya air yang justru membahayakan hak guna rakyat atas air. Pasal 7, 8, dan 9 tentang hak guna usaha dan hak guna pakai, jelas berpihak pada pemodal asing.
Reforma Agraria
Agar mampu bertani dan mencukupi pangganya, tentu petani harus memiliki lahan. Reforma agrarian dengan sendirinya menjadi penting karena faktanya distribusi tanah belum adil. Banyak praktik pencaplokan tanah petani kecil dan tanah ulayat milik masyarakat adat oleh perusahaan besar atau negara. Mendistribusi ulang kepemilikan tanah menjadi prasyarat bagi peningkatan kesejahtraan petani.
Kedaulatan Atas Benih
Petani harus bisa mengakses benih berkualitas dalam jumlah cukup demi kedaulatan pangannya. Sayangnya sebagian besar benih tanaman pangan dikuasai dan didistribusikan segelintir perusahaan asing. Misalnya 43% benih jagung hibrida dipasok perusahaan asing Syngenta dan Bayer Corp. monopoli ini menjadikan harga benih mahal dan tidak terjangkau petani kecil. Agar berdaulat pangan, pemerintah harus memastikan akses petani terhadap benih yang baik dan murah lewat kebijakan pro petani, pengawasan dan penegakan hukum yang adil, serta pemberdayaan petani sebagai penangkar benih.
Hak Akses Atas Pasar
Petani seharusnya memperoleh harga layak untuk panennya, guna memenuhi gizi dan kedaulatan pangannya. Sayangnya negara belum serius melindungi harga. Bulog juga tidak maksimal sebagai penyangga harga. Modalnya terbatas dan tak lagi mendapatkan subsidi karena statusnya menjadi perusahaan umum milik negara. Petani juga harus membentuk sistem pemasaran bersama dan aktif mencari informasi pasar. Pemerintah harus mengontrol sistem pasar dengan menjamin harga pembelian terendah dan harga eceran tertinggi di tingkat nasional. Selain itu, pemerintah harus menyediakan inprastruktur transportasi, dan memastikan informasi pasar sampai ke petani.
Hak atas kredit usaha
Kredit lunak bermanfaat sebagai modal usaha tani di pedesaan, misalnya pengelolaan pascapanen bisa membantu petani mendapat harga jual lebih tinggi atau membangun irigasi untuk membangun pertanian. Penyediaan kredit ini akan mendorong terciptanya lapangan kerja di desa. Urbanisasi ke kota bisa ditekan dan membuat generasi muda tidak malu bekerja di sektor pertanian desa.
Pendekatan pada produksi dan Konsumsi
Pendekatan produksi dan konsumsi yang terintegrasi dengan pembangunan desa terpadu. Sistem produksi yang ditopang oleh industri pertanian di pedesaan akan meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Selain itu, industri pertanian juga akan melahirkan lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahtraan petani dan keluarganya. Dari sisi konsumsi, ada dua hal penting yang harus dilakukan yakni menurunkan pertumbuhan penduduk melalui revitalisasi keluarga berencana (KB) dan promosi diversifikasi pangan.
Reorganisasi Sistem Pangan
Reorganisasi sistem pangan baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Pangan perlu ditempatkan kembali sebagai pangan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi manusia, bukan sebagai komoditas perdagangan pasar bebas. Membatasi pengendalian komoditas pangan oleh korporasi multinasional adalah langkah logis untuk mewujudkannya. Di sisi lain, posisi dan status Bulog (Badan Urusan Logistik) harus direformasi dan pengawasannya dilakukan dengan ketat untuk mencegah korupsi. Bulog harus mampu melayani pangan lokal di masing-masing daerah, tak melulu beras.


Perkembagan Riset Peranian
Untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan peningkatan produksi pertanian, negara dan semua pihak yang terkait harus mendukung dan mewujudkan penelitian-penelitian dalam bidang pertanian. Karena dengan inovasi-inovasi dan penemuan-penemuan baru dalam bidang agriculture, maka produksi pangan nasional bisa meningka.
Itulah beberapa strategi yang mungkin bisa menjadi landasan berpikir dalam mengambil kebijakan-kebijakan demi kedaulatan pangan kita. Dalam kata akhir ini, saya hendak mengatakan bahwa beberapa minggu yang lalu kita memperingati hari kemerdekaan bangsa ini yang ke 67, tapi tak akan ada kebanggaan yang berari apabila pada sesuatu hal yang paling mendasar dalam kehidupan rakyat Indonesia, yakni kebutuhan akan pangan masih jauh dari kata berdaulat. Oleh karena itu, kedaulatan pangan adalah semestinya terwujud sebagai manifestasi dari kedaulatan bangsa yang sesungguhnya. Pemenuhan kebutuhan dasar itu melalui jalan pintas (impor) hanya akan berhasil secara temporal, tetapi dampak negatif yang ditimbulkannya akan dirasakan oleh setiap generasi anak bangsa ini.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar