Pertanian
membutuhkan penanganan yang sangat serius karena ia menjadi jalur satu-satunya
pemenuhan kebutuhan dasar manusia yakni kebutuhan akan pangan. Sebagaimana
diutarakan Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri pertama India bahwa semua hal bisa
ditundai kecuali pangan.
Pangan
adalah hak asasi setiap individu dan oleh karena itu idealnya ketersediaan
pangan sepenuhnya harus dijamin oleh negara dalam kondisi apa pun. Baik dalam
kondisi paceklik terlebih dalam situasi swasembada.
Sebagai
sebuah negara yang dikenal sebagai negara agraris dan negara maritime,
Indonesia seharusnya mampu memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri dan
berdaulat. Indonesia sangat dimungkinkan untuk melakukan hal tersebut karena
memiliki keunggulan absolut dibandingkan negara-negara lain. Potensi ini
dicirikan oleh posisi sebagai negara tropis dengan intensitas cahaya matahari
yang sangat kondusif bagi produksi pertanian, sumber lahan dan air yang sangat
melimpah, laut yang membentang luas dan kaya akan sumber daya hayati, dan
teknologi produksi yang cukup berkembang di Asia.
Namun
faktanya, setelah 67 tahun merdeka, Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan
pangannya melalui produksi sendiri. Pemenuhan pangan nasional masih sangat
bergantung pada impor. Hal ini disebabkan oleh kebijakan yang selama ini dianut
dalam pembangunan pertanian adalah konsep ketahanan pangan (food security).
Padahal strategi ini bukanlah konsep yang netral. Ketahanan pangan
didefinisikan sebagai akses fisik dan ekonomi semua orang terhadap pangan
secara cukup, aman, bergizi pada setiap waktu untuk hidup aktif, sehat, dan
produktif. Salah satu kelemahan konsep ini adalah karena kurangnya perhatian
pada proses. Padahal sistem ini sangat penting untuk menjamin keberlangsungan
sistem lokal baik dalam aspek ekonomi, ekologi, maupun sosial-budaya. Sementara
dalam pelaksanaan program ketahanan pangan, pemenuhan pangan harus tercapai
meski hal itu berarti bergantung pada perdagangan internasional atau impor.
Perdagangan
menjadi penentu kebijakan pertanian dan pangan pada tingkat nasional dan
internasional. Akibatnya produsen pangan seperti petani sekala kecil kehilangan
kontrak mereka atas sumber daya produktif seperti lahan, benih, air,
pengetahuan bertani yang berkelanjutan dan ekologis, serta aspek-aspek
keragaman hayati lainnya.
Oleh
karena itu harus ada strategi baru untuk mendorong penguasaan yang lebih besar atas
sumber daya oleh masyarakat. Inilah yang diupayakan oleh gerakan kedaulatan
pangan sebagai strategi alternatif atas kegagalan penerapan strategi ketahanan
pangan tersebut. Defisit yang mengarah pada krisis pangan merupakan masalah
klasik dan akan terus menghantui setiap negara apabila tidak ditanggulangi
dengan baik. Untuk keluar dari persoalan ini Indonesia harus mempunyai grand
design untuk menuju kedaulatan pangan.
Istilah
ini pertama kali dimunculkan oleh La Via Compasina pada tahun 1996. Kedaulatan
pangan secara sederhana dipahami sebagai hak masyarakat dan negara untuk
menentukan sistem pangan, pertanian, peternakan, dan perikanan bagi dirinya
sendiri dengan memprioritaskan produk pangan lokal dan mencukupi kebutuhan
sendiri, serta malarang semua bentuk perdaganan secara dumping.
Kedaulatan
pangan merupakan hak setiap bangsa atau rakyat untuk merumuskan dan
memperaktekkan model pertanian dan kebijakan pangan sendiri, yang disertai
penghormatan hak masyarakat adat atas wilayah adat mereka, termasuk hak kaum
nelayan atas wilayah tangkap.
Negara
harus menegakkan kebijakan yang mampu memenuhi hak-hak dan akses merata
terhadap lahan, wilayah laut, hutan dan sebagainya, khususnya dalam kasus-kasus
dimana sumber daya alam dikuasai oleh segelintir orang. Lebih jauh negara harus
menjamin kontrol komunitas atas sumber daya ini yang dilakukan oleh petani,
kelompok nelayan tradisional, kelompok pengembala, dan komunitas masyarakat
hutan, dan oleh kelompok masyarakat adat, agar mereka dapat melanjutkan hidup
dan bekerja di pedesaan dan pinggir pantai, dengan tetap mempertahankan hak-hak
kolektif dan komunitasnya.
Strategi
untuk mewujudkan kedaulatan pangan adalah pendekatan pada produksi dan konsumsi
pangan yang terintegrasi dengan pembangungan pedesaan terpadu. Sistem produksi
yang ditopang oleh industri pertanian di pedesaaan akan meningkatkan nilai
tambah produk pertanian. Selain itu, industri pertanian juga akan melahirkan
lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani
dan keluarga.
Untuk
meningkatkan produksi pangan, Indonesia perlu; a) memanfaatkan secara optimal
sumber-sumber pertumbuhan produksi dengan menerapkan teknologi tepat guna,
tanpa mengabaikan kearifan lokal dan kelestarian lingkungan; b)Memanfaatkan
sumber daya hayati dan agrosistem dengan perwilayahan komoditas serta aneka
pangan lokal; c) Menggunakan sumber daya lokal untuk mengurangi penggunaan
sumber daya eksternal; d) Melakukan konsolidasi manajemen usaha tani bagi
petani kecil dalam suatu korporasi atau asosiasi. Menerapkan kebijakan kredit
lunak dengan administrasi sederhana.
Dari
sisi konsumsi, ada dua hal penting yang harus dibangun adalah menurunkan pertumbuhan
penduduk melalui revitalisasi keluarga berencana (KB) dan promosi diversifikasi
pangan.
Selain
langkah-langkah strategis di atas, kedaulatan pangan hanya akan terwujud dengan
menempuh kebijakan-kebijakan dan strategi yang substantif, di antaranya;
Reformasi
Konstitusi
Kedaulatan
pangan ini adalah persoalan kebijakan politik. Oleh karenanya ia membutuhkan
kemauan politik pemerintaha yang diwujudkn melalui konstitusi yang berpihak
pada petani dan rakyat kecil. Dengan kata lain, proses membangun kedaulatan
pangan nasional harus diawali dari reformasi konstitusi yang adil. Salah satu
contoh hukum yang tidak berpihak pada petani kecil adalah UU No. 7 tahun 2004
tentan air. Menurut pasal 33 UUD 1945, air adalah hak rakyat yang harus dijamin
negara. Tetapi, nyatanya pemerintah mengeluarkan UU no. 7 tahun 2004 tentang
sumber daya air yang justru membahayakan hak guna rakyat atas air. Pasal 7, 8,
dan 9 tentang hak guna usaha dan hak guna pakai, jelas berpihak pada pemodal
asing.
Reforma
Agraria
Agar
mampu bertani dan mencukupi pangganya, tentu petani harus memiliki lahan.
Reforma agrarian dengan sendirinya menjadi penting karena faktanya distribusi
tanah belum adil. Banyak praktik pencaplokan tanah petani kecil dan tanah
ulayat milik masyarakat adat oleh perusahaan besar atau negara. Mendistribusi
ulang kepemilikan tanah menjadi prasyarat bagi peningkatan kesejahtraan petani.
Kedaulatan
Atas Benih
Petani
harus bisa mengakses benih berkualitas dalam jumlah cukup demi kedaulatan
pangannya. Sayangnya sebagian besar benih tanaman pangan dikuasai dan
didistribusikan segelintir perusahaan asing. Misalnya 43% benih jagung hibrida
dipasok perusahaan asing Syngenta dan Bayer Corp. monopoli ini menjadikan harga
benih mahal dan tidak terjangkau petani kecil. Agar berdaulat pangan,
pemerintah harus memastikan akses petani terhadap benih yang baik dan murah
lewat kebijakan pro petani, pengawasan dan penegakan hukum yang adil, serta
pemberdayaan petani sebagai penangkar benih.
Hak
Akses Atas Pasar
Petani
seharusnya memperoleh harga layak untuk panennya, guna memenuhi gizi dan
kedaulatan pangannya. Sayangnya negara belum serius melindungi harga. Bulog
juga tidak maksimal sebagai penyangga harga. Modalnya terbatas dan tak lagi
mendapatkan subsidi karena statusnya menjadi perusahaan umum milik negara.
Petani juga harus membentuk sistem pemasaran bersama dan aktif mencari
informasi pasar. Pemerintah harus mengontrol sistem pasar dengan menjamin harga
pembelian terendah dan harga eceran tertinggi di tingkat nasional. Selain itu,
pemerintah harus menyediakan inprastruktur transportasi, dan memastikan
informasi pasar sampai ke petani.
Hak
atas kredit usaha
Kredit
lunak bermanfaat sebagai modal usaha tani di pedesaan, misalnya pengelolaan
pascapanen bisa membantu petani mendapat harga jual lebih tinggi atau membangun
irigasi untuk membangun pertanian. Penyediaan kredit ini akan mendorong
terciptanya lapangan kerja di desa. Urbanisasi ke kota bisa ditekan dan membuat
generasi muda tidak malu bekerja di sektor pertanian desa.
Pendekatan
pada produksi dan Konsumsi
Pendekatan
produksi dan konsumsi yang terintegrasi dengan pembangunan desa terpadu. Sistem
produksi yang ditopang oleh industri pertanian di pedesaan akan meningkatkan
nilai tambah produk pertanian. Selain itu, industri pertanian juga akan
melahirkan lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahtraan petani dan keluarganya. Dari sisi konsumsi, ada dua hal penting
yang harus dilakukan yakni menurunkan pertumbuhan penduduk melalui revitalisasi
keluarga berencana (KB) dan promosi diversifikasi pangan.
Reorganisasi
Sistem Pangan
Reorganisasi
sistem pangan baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Pangan
perlu ditempatkan kembali sebagai pangan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi manusia,
bukan sebagai komoditas perdagangan pasar bebas. Membatasi pengendalian
komoditas pangan oleh korporasi multinasional adalah langkah logis untuk
mewujudkannya. Di sisi lain, posisi dan status Bulog (Badan Urusan Logistik)
harus direformasi dan pengawasannya dilakukan dengan ketat untuk mencegah
korupsi. Bulog harus mampu melayani pangan lokal di masing-masing daerah, tak
melulu beras.
Perkembagan
Riset Peranian
Untuk
mewujudkan kedaulatan pangan dan peningkatan produksi pertanian, negara dan
semua pihak yang terkait harus mendukung dan mewujudkan penelitian-penelitian
dalam bidang pertanian. Karena dengan inovasi-inovasi dan penemuan-penemuan
baru dalam bidang agriculture, maka produksi pangan nasional bisa meningka.
Itulah
beberapa strategi yang mungkin bisa menjadi landasan berpikir dalam mengambil
kebijakan-kebijakan demi kedaulatan pangan kita. Dalam kata akhir ini, saya
hendak mengatakan bahwa beberapa minggu yang lalu kita memperingati hari
kemerdekaan bangsa ini yang ke 67, tapi tak akan ada kebanggaan yang berari
apabila pada sesuatu hal yang paling mendasar dalam kehidupan rakyat Indonesia,
yakni kebutuhan akan pangan masih jauh dari kata berdaulat. Oleh karena itu,
kedaulatan pangan adalah semestinya terwujud sebagai manifestasi dari kedaulatan
bangsa yang sesungguhnya. Pemenuhan kebutuhan dasar itu melalui jalan pintas
(impor) hanya akan berhasil secara temporal, tetapi dampak negatif yang
ditimbulkannya akan dirasakan oleh setiap generasi anak bangsa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar