Kira-kira, punyakah
saya tempat di surga? Jangan-jangan populasi di surga sudah atau akan penuh.
Pasalnya, hari-hari ini banyak orang sudah mengkapling-kapling tempat tinggal
di sana. Ibarat orang yang takut kehilangan bagian petak rumah di sana.
Orang-orang ini pun
mengklaim dengan cara kasar, seolah mereka lah yang paling berhak, sementara
orang lain tak pantas. Pertanyaan saya, mungkinkah kita membutuhkan sertifikat
untuk membangun rumah dan pekarangan di surga? Jika demikian, saya justru takut
masuk ke dalamnya.
Sudah cukup yang saya
dibuat takut di bumi ini. Di sini, manusia berjubel dengan sesamanya, binatang,
pepohonan, barang-barangnya, kendaraannya, teknologinya, polusinya, dan
gedung-gedung. Diperkirakan, di akhir abad ini jumlah populasi manusia saja
akan mencapai sekitar 9 milyar jiwa. Sementara, ada yang menyebut kemampuan
bumi untuk menampung “populasi penduduk” dengan standar Eropa tak lebih dari 2
milyar. Lantas, bagaimana standar hidup yang sisasnya? Bayangkan sendiri,
ibarat sebuah rumah yang tadinya hanya mampu menampung 4 orang, pada waktu
belakangan harus menampung 20 orang. Karena itu saya khawatir kita akan
berakhir pada kanibalisme dalam arti simbolik dan literal.
Dulu, untuk mencapai
populasi dunia 1 milyar jiwa, butuh hingga hampir 2 abad, sekarang hanya dalam
hitungan 50 tahun. Robert Malthus sudah sejak tahun 1798 memperingatkan dalam “Essay
on Population, bahwa hubungan antara pertumbuhan populasi dan kebutuhan riil
tidak akan berjalan seimbang. Malthus menyebutkan teorinya bahwa jumlah
penduduk cenderung meningkat secara geometris/deret ukur, sementara kebutuhan
riil meningkat secara aritmatik/deret hitung.
Sebab itu, jika di surga
saya harus berdesak-desakan, buat apa saya harus mengejarnya. Apalagi harus
bersamaan dengan orang-orang yang pelitnya tidak ketulungan, sebab surga pun
hendak mereka monopoli. Lagi pula, mereka ini juga suka pamrih, suka meneriaki
Tuhan pemilik surge supaya hanya mereka yang didengar. Lantas, jika saya hendak
mengadu di sorga, mungkinka saya didengarkan?
Namun, kalau saya
mengingat kisah, berita, dan gambaran tentang neraka, saya pun takut dan ngeri.
Jangankan melihat orang disiksa begitu rupa dengan kepedihan tiada akhir, melihat
darah pun saya tak cukup berani. Lantas, adakah tempat buat saya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar